Mengenali Bentuk dan Dampak Bullying yang Tidak Terlihat
Langkah pertama dalam menghadapi masalah bullying adalah memahami bentuk-bentuknya. Orang tua dan anak perlu sama-sama menyadari bahwa bullying tidak hanya terbatas pada kekerasan fisik yang jelas terlihat, seperti pemukulan atau cedera yang mudah dikenali. Menurut Prof. Dr. Nurini Aprillanda, Pakar Hukum Pidana Anak, kekerasan psikis dan perundungan sistematis yang tidak meninggalkan luka fisik juga termasuk dalam kategori bullying yang bisa merusak perkembangan anak.
Data UU Bullying menunjukkan bahwa pola kekerasan ini sudah muncul sejak usia dini. Di tahun 2024, korban terbanyak berasal dari siswa SD (26%), disusul SMP (25%), dan SMA (18,75%). Dampak terparahnya dilaporkan oleh KPAI dari Januari-Oktober 2025, di mana sebagian dari 25 kasus bunuh diri anak terkait tekanan psikologis panjang akibat bullying. Dari semua data yang ada di lapangan, ini membuktikan bahwa luka di hati bisa lebih berbahaya daripada luka di kulit yang bisa terlihat kasat mata.

Memahami Perlindungan Hukum bagi Anak
Sebagai orang tua, penting untuk mengetahui bahwa anak kita dilindungi oleh hukum. Unsur larangan bullying telah tersebar di berbagai regulasi, seperti UU Perlindungan Anak, Permendikbud, hingga KUHP. UU Perlindungan Anak secara tegas mengategorikan bullying sebagai kekerasan terhadap anak, yang berarti pelaku dapat dipidana meski tanpa adanya luka fisik.
Sayangnya, Indonesia dinilai belum memiliki UU Anti-Bullying yang komprehensif. Oleh karena itu, peran aktif orang tua dalam melapor dan mengingatkan anak untuk berani lapor menjadi sangat krusial. Jangan ragu untuk menggunakan saluran resmi yang disediakan pemerintah, seperti Pusat Panggilan 177 atau email pengaduan@kemendikdasmen.go.id. Melaporkan pelaku bullying bukan aksi yang berlebihan, melainkan upaya konkret untuk memutus mata rantai kekerasan sebelum menjadi makin parah.

Membangun Komunikasi dan Empati di Rumah
Pencegahan paling efektif dimulai dari fondasi keluarga. Orang tua memiliki peran penting untuk menciptakan "zona aman" bagi anak, yaitu lingkungan di mana mereka merasa nyaman bercerita tanpa takut dihakimi. Untuk itu, penting bagi kita mengajarkan dan melatih nilai empati sejak dini melalui diskusi sehari-hari. Berikan disiplin yang membuat anak mengerti batasan, tapi tetap merasa dicintai dan didukung.
Komunikasi yang baik juga memungkinkan orang tua mendeteksi gejala dini. Perubahan sikap drastis, keengganan pergi sekolah, atau mimpi buruk bisa menjadi tanda. Ingat, lingkungan yang benar-benar aman hanya tercipta jika ada hubungan yang kuat antara sekolah, orang tua, dan siswa itu sendiri.

Mengajarkan Strategi Melindungi Diri dan Sekitar
Anak bukanlah pihak yang pasif, mereka bisa menjadi orang yang membawa perubahan di lingkungannya. Untuk itu, ajarkan anak agar peka terhadap perasaan teman sendiri. Jelaskan bahwa bercanda boleh, tapi jika sudah menyakiti hati atau fisik, itu sudah melampaui batas. Dorong mereka untuk berani menegur dengan tegas jika melihat tindakan yang melewati batas.
Yang terpenting, tanamkan pada anak untuk tidak menjadi silent bystander (penonton yang diam). Jika mereka melihat atau mengalami tanda perundungan, langkah terbaik adalah segera melapor kepada guru, orang tua, atau pihak berwenang di sekolah. Seperti ditekankan Wakil Ketua Komisi X DPR, My Esti Wijayati, tindakan cepat dalam 24 jam pertama setelah laporan sangat menentukan. Untuk itu, anak juga bisa berperan aktif sebagai pelapor ketika melihat tindakan perundungan di sekolah.

Mengenali Sistem Pencegahan yang Efektif
Kita bisa belajar dari negara yang telah menerapkan sistem pencegahan yang lebih matang, seperti Korea Selatan. Mereka memberlakukan sistem poin pelanggaran dengan sanksi berlapis, mulai dari permintaan maaf tertulis hingga pindah sekolah paksa. Bahkan, mulai 2026 mendatang, Korea siap menerapkan sistem riwayat bullying akan menjadi pertimbangan masuk universitas di sana. Sistem pencegahan ini dinilai efektif untuk membuat calon pelaku lebih berhati-hati kedepannya.
Di Indonesia, arah kebijakan seperti ini juga mulai dibahas dan sangat terbuka lebar untuk memberlakukan hal serupa. Pemerintah sedang membenahi regulasi sejak pendidikan dasar agar bisa memiliki SOP yang tegas dan jelas dalam menangani bullying.

0 Response to "Kasus bullying anak meningkat, ini solusi tepat menghadapinya"
Posting Komentar