
Mengatasi Kelelahan Akhir Pekan
Setelah menghabiskan akhir pekan yang melelahkan, tiba saatnya untuk mendinginkan jiwa dan raga. Salah satu cara yang bisa dilakukan adalah dengan berjalan santai selama 30 menit di sekitar rumah, lalu membenamkan diri dalam suasana yang nyaman dan meneduhkan hati.
Sabtu yang Menyenangkan
Kompasianival 2025 pada hari Sabtu (29/11) lalu memberikan pengalaman yang menyenangkan dan juga lelah. Bersama Kang Fery (Efwe), saya menggunakan Transjabodetabek (TJ) P11 Bogor-Blok M. Setelah sampai di Terminal Blok M, Jakarta Selatan sekitar dua jam kemudian, kami bertemu dengan Ayah Tuah di Pujasera (food court) di basement. Tiga Kompasianer asyik menyantap mie ayam bakso pada siang itu.
Dari tempat makan, kami melanjutkan perjalanan ke M Bloc. Jakarta memang luar biasa. Mobil-mobil bagus, antrean di tempat-tempat kuliner, dan sosok-sosok bening. Sambil menoleh-noleh, tiga pria bergumam, "Sayang ya, lahir kecepetan."
Berjalan tidak jauh demi menemui kegiatan Kompasianival 2025. Tidak perlu saya menceritakan ulang urutan dan jalannya acara. Yang pasti, seru banget!
Saking padatnya acara, tidak semua kegiatan tersedia dapat saya ikuti. Seperti biasa, lebih banyak hahahihi dengan sesama Kompasianer, foto rame-rame, dan mengikuti acara. Tak rugi ikut Kompasianival 2025. Senang dan seru ketika bertemu dengan para penulis yang tergabung dalam Erfa News.
Ruang cukup menampung peserta, tapi tidak kegedean. Dingin. Akustik mendukung, sehingga suara di panggung terdengar jelas oleh penonton. Berbeda dengan tempat penyelenggaraan Kompasianival sebelumnya. Suara terlalu menggema, meski sudah diperkuat dengan sistem suara bagus. Tidak mudah menyimak pemaparan narasumber di panggung.
Bagaimanapun juga, Kompasianival selalu menyajikan keseruan. Ada banyak kesempatan berbincang dengan Kompasianer yang sudah dan baru saya kenal. Ada ruang akrab atau terbahak tanpa sekat sampai malam.
Pulang setelah pengumuman penerima Erfa NewsAwards 2025. Naik TJ P11 bareng Kang Fery, KoTY 2025. Tiba di rumah pukul setengah dua belas malam dan mandi air hangat. Tidur mungkin lewat dari tengah malam.
Minggu yang Melelahkan dan Mahal
Belum siang, kerabat mengajak ke Rustic Market di Bojong Koneng, Kabupaten Bogor. Sentul ke sana lagi. Ke tempat hits itu lumayan jauh. Hampir 20 kilometer, sebagian lewat tol. Ongkos transportasi online dari Kota Bogor sekitar Rp80.000.
Kira-kira satu kilometer jelang tujuan, ojek pangkalan menghentikan mobil. Kata mereka, harus sambung naik sepeda motor. Akses ditutup sementara karena ada pengecoran jalan. Ongkos ojek Rp25.000 per orang. Setelah ditawar, turun menjadi Rp20.000 per orang per sekali perjalanan. Kali tiga orang, ya lumayan. Motor-motor ojek memutar melewati jalan kampung dan kandang kambing.
Sampai lokasi, diminta menunggu sampai pukul 12.30 WIB. Rustic Market dipadati pengunjung. Ada untungnya juga, kami bisa menunaikan ibadah salat Zuhur tanpa diburu-buru.
Saya memasuki tempat yang sedang viral itu. Seorang petugas menyerahkan sebotol air mineral. Gratis. Petugas berbeda mengutip minimum charge Rp100.000 per orang, yang kelak diperhitungkan sebagai pengurang ketika membayar makanan minuman.
Dari gerbang menyusuri jalan aspal. Menurun dan makin turun. Bentang alamnya memang berbukit, dengan peletakan bangunan-bangunan secara acak. Menjelajahinya perlu turun dan naik, menyusuti jalan aspal serta jalan setapak dan tangga-tangga.
Sebetulnya, akan senang menikmati suasana alam, bangunan-bangunan bergaya Eropa, dan mobil-mobil atau sepeda motor klasik. Namun, saya tidak bisa menikmati karena mengantuk kurang istirahat dan terlalu lelah.
Makan siang di bangunan "At the Museum". Untuk ukuran saya, harga ditawarkan mahal. Minuman, mulai dari Rp45.000; Makanan, dari harga Rp65.000 per porsi. Saya melirik bon, nasi ayam kampung bakar (ukuran seperempat ayam) Rp110.000.
Kalau memesan makanan minuman harga minimal, pengunjung "hanya" perlu menambah Rp10.000 [(45.000 + 65.000)-100.000 = 110.000 -- 100.000 = 10.000].
Bisnis kuliner dengan pemandangan apik bersuasana pedesaan di perbukitan Eropa. Keadaan lawas (mobil/sepeda motor klasik), bangunan seperti gudang dengan desain dan warna natural, dan barang-barang antik (alat cetak model kuno) menyediakan spot-spot keren untuk berfoto ria.
Turun dari tempat tersebut juga naik ojek pangkalan. Tarif sama, meski satu pengemudi sempat "nembak harga" Rp50.000 seorang. Pengalaman sebelumnya mematahkan tawaran, mengatakan bahwa ongkos Rp20.000 per sepeda motor.
Kerabat ingin lanjut mengunjungi AEON Mall dan IKEA Sentul. Baiklah. Saya ikut saja. Bukan karena ingin, melainkan agar terus berbarengan sampai pulang. Naik transportasi daring yang sedang berhenti. Ongkos tanpa aplikasi Rp35.000.
Tanpa bisa menikmati keadaan, saya melihat bahwa pusat perbelanjaan itu ramai dikunjungi. Demikian pula dengan tempat penjualan perabot dan dekorasi minimalis di gedung sebelahnya. Barangkali tanggal muda memengaruhi.
Keliling dan berbelanja diakhiri dengan makan malam menu Pho Hoa (hidangan mie berkuah ala Vietnam). Seingat saya, harga sekitar Rp65.000 per mangkuk. Enak sih. Setelah itu, nah ini yang saya tunggu, menanti jemputan transportasi daring.
Bepergian pada hari Minggu yang mahal. Berita baiknya, saya tidak perlu mengeluarkan uang sepeser pun. Kerabat saya yang menanggung semua ongkos, dari biaya transportasi hingga makan minum.
Ihwal paling mahal bagi saya adalah, menukar pengalaman di atas dengan lelah juga mengantuk tak tertahankan.
Tiba di rumah sedikit setelah Isya. Pikiran terpusat ke tempat tidur. Sesudah mandi air hangat dan ganti baju, tanpa disuruh, badan bergerak ke kamar. Menunaikan salat Isya dengan duduk.
Bacaan "Bismika allahumma ahya wa bismika amut" --dengan nama-Mu, ya Allah, aku hidup dan dengan asma-Mu aku mati-- mengantar kepada lelap, sangat lelap, demikian lelap bagaikan tidak akan hidup lagi.
Senin yang Menenangkan
Syukur, segala puji bagi Allah, saya hidup kembali sebelum azan subuh berkumandang.
Bangun dalam keadaan bugar, kendati cairan di kepala masih seperti diaduk-aduk. Bukan pusing melainkan "nyawa belum kumpul" yang biasa terjadi satu atau dua hari sehabis tidur terlalu larut.
Saya memerlukan udara segar, sinar matahari, dan berlama-lama di suatu tempat menyenangkan sekaligus menenangkan. Bukan bepergian jauh lagi, misalnya ke pantai. Dekat rumah saja.
Berjalan santai 600 meter seraya menghirup oksigen dari pepohonan, menuju sebuah kedai kopi. Sebelumnya pernah nongkrong di sini. Bagi saya, tempat ini menjadi semacam oase yang hangat, otentik, dan tenang di tepi jalan raya yang riuh.
Seolah berada di desa. Bangunan kayu hampir tanpa finishing. Meja kursi kayu eks pemakaian sekolah yang tidak dicat ulang. Demikian pula sofa dan meja kusi besi. Katanya, semua (material dan meja kursi) merupakan barang bekas.
Di sekeliling bangunan terhampar batu pecah yang telah dialasi anyaman plastik (karung plastik). Cukup tersedia pemandangan hijau. Ada pot-pot tanaman dan halaman belakang berbatasan dengan hutan milik Kementerian Pertanian.
Tempat yang berkesan sederhana, alami, asli, asri, dan menenangkan di tengah kota. Berada di ruang tenang nan hening memancing kreativitas, memunculkan gagasan baru, dan kehendak untuk menulis.
Secangkir kopi Gunung Ijen tanpa gula menemani jari mengetuk layar telepon genggam. Seruputan kopi dan suasana menyenangkan menghasilkan rancangan kasar artikel ini.
Kombinasi suasana tenang, secangkir kopi hangat, dan menulis telah memberikan efek pemulihan, relaksasi, dan peningkatan rasa nyaman setelah mengalami akhir pekan yang melelahkan.
Hari Sabtu lalu memang melelahkan. Waktu istirahat berkurang. Namun, keseruan dan perjumpaan-perjumpaan membuat hati gembira. Menyenangkan.
Minggu setelahnya adalah hari sangat melelahkan bagi saya, yang terlalu memaksa diri melewati batas kemampuan.
Maka, Senin kemarin menjadi hari ketika saya mengembalikan kebugaran dengan cepat. Berjalan santai, ngopi di ketenangan, dan menulis.
Jiwa raga bugar kembali bagai baterai yang telah diisi ulang. Tidak terisi seratus persen, tapi itu sudah sangat berarti.
0 Response to "Akhir Pekan Melelahkan, Senin Kembali Segar dan Bugar"
Posting Komentar